Senin, 19 November 2012

SEPUCUK SURAT


Sebelum rangkaian kata ini menjadi panjang, aku ingin meminta maaf, maaf yang tidak hanya sekedar maaf, melainkan maaf sedalam samudra dan setinggi langit singgasana. Aku bukan dewa, ataupun malaikat yang selalu taat pada Sang Pencipta. Aku hanya manusia, salah dan dosa, menjadi pengiring setiap keluarnya kata.


Aku mengenalmu kala itu, malam. Di saat alam semesta bermandikan cahaya bulan sabit yang hampir punah, berganti dengan purnama indah bak bidadari surga. Perjalanan ini, dan semua tentang kita, memang terasa singkat. Sekejab bertemu, kemudian jatuh cinta. Ah... Cinta, kenapa begitu cepat menyelinap kala itu ? Hingga kita pun terlena dan terbuai karenannya.

Kenangan yang indah, meski hanya berpenghantar suara dan kata. Tak pernah bersua muka apalagi berjabat tangan. Tak ada yang bisa memungkiri, begitulan cinta, indah namun terselip sebuah gelisah.

Malam... dalam perjalanan apapun, tidak ada manusia yang terlepas dari apa yang disebut konflik. Apapun itu. Kini malam itu rupanya sedang mendung, gelap, dan mungkin saja akan hujan. Tau tidak hanya sekedar hujan, halilintar, badai, atau bahkan akan terjadi Tsunami. Memporak-porandakan semua yang ada.

Kamu tahu malam, kita untuk terlahir ke dunia ini harus menembus sebuah konflik, kita harus berjuang dengan sel-sel yang lain. Kita menang, dan terlahirlah kita. Hidup telah mengajarkan kepada kita, malam. Mengajarkan di manapun akan nada sebuah konflik. Tinggal kita, duduk diam, dan makan obat "Tidak tahu harus berbuat apa". Atau mau bergerak. Bergerak seperti awal kita menjadi sel.

Malam itu kini hendak pergi... pergi menjadi pagi, atau bahkan dalam sekejap menjadi siang, aku ingin mempertahankan malam, tapi malam bergerak dengan kekuatannya. Aku tak bisa. Tak bisa mencegah, itu haknya malam. Aku hanya bisa menghormati keputusan malam.

Dulu tanganku terbuka lebar ketika malam beranjak mendekati, kini dia sudah minta pulang, apalah daya, aku pun harus membuka tangan lebar-lebar, menghormati keputusannya.

Ah sudahlaah... Cinta memang begitu. Cinta yang sebenarnya racun. Pahit bahkan tidak sedikit orang bisa mati karena cinta. Makanya terciptalah suatu yang bernama sayang, Ia tulus, tidak terbungkus ambisi dan ego belaka. Cinta, kenapa orang begitu mengagungkan cinta, padahal ia terbungkus sebuah ambisi, Namun coba perhatikan ketika rasa sayang berkata, adakah ambisi di dalamnya. Tidak ! Ia sempurna ! Layaknya api dengan kayu.

Malam, kamu ingin pulang ? Apakah kamu tidak tahu jika kata pulang sama saja dengan pergi ? Dan pergi itu sama saja dengan menjauh ? Kamu tau apa kelanjutannya, malam ? Bahasa itu memang mudah, malam. Semua orang bisa berkata, tapi adakah dari mereka yang banyak menyelami makna bahasa bisa tersusun melalui kalimat sabda ?

Terima kasih malam. Meski sekejap aku bersamamu, aku sudah cukup bahagia. Banyak hal-hal yang belum kumengerti menjadi mengerti. Berbahagialah, malam. Tertawalah bersama bintang dan sang rembulan. Ataupundengan berjuta perhiasan malam. Maafkan aku yang selama ini tidak bisa memberikan apa-apa kepadamu selain kekecewaan, kerebotan, keluahan dan juga beban. Aku yakin setelah kamu pergi, kamu tidak akan pernah mendengar suara itu lagi.

Aku tidak menyesali pertemuan ini, malam. justru aku bangga bisa mengenalmu. Belajar banyak kepadamu. Aku menyadari semua tidak ada yang berjalan dengan mulus. Jalan berlubang, pendakian yang terjal dan juga jurang-jurang yang siap melahap kita yang kadang kejang merasakan semua ini.

Kuhormati keputusanmu, malam. Aku tidak ingin berkata muluk-muluk, malam. Tak pun merayu dengan sekuntun bait puisi yang mendayu, aku hanya ingin katakan, selama aku mengenalmu, kurang lebih tiga ribu hari, kamu adalah wanita yang baik.

Jaga dirimu baik-baik malam. Yang pasti, meski sederhana, aku akan selalu mendoakanmu. Meminta kebahagiaan, kesehatan dan juga kesejahteraan. Kamu orang baik, dimana pun kamu berada percayalah, Tuhan akan mempertemukanmu denga orang yang baik pula.

Dan, maafkan aku pula yang tak bisa menyambutmu. Beribu aku haturkan rasa penyesalanku tak bisa menjamumu. Dan meminta kembali maaf atas ketidak berdayaanku. Jangan pernah kamu bertanya tentang kesedihanku, karena kesedihanku, sangat tak terbatas atas semua ini.

Selamat jalan Malam.... Tuhan melindungimu selalu.

Yang mencintaimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar